Seorang mertua yang luar biasa akan mendapatkan menantu yang istimewa pula, begitupun Allah menganugerahkan sosok Rasullulah sebagai mertua luar biasa bagi Sayyidina Ali yang penuh dengan keistimewaan. Semua sahabat Rasullulah terkenal alim dan memiliki keistimewaan tersendiri, terkhusus keistimewaan yang dimmiliki oleh Sayyidina Ali.
Pada pembahasan hadist ke 4 dalam kitab Al Mawa’idz Al ‘Ushfuriyah, Ibnu Mas’ud meriwayatkan, Rasullulah Swa. bersabda “Barang siapa orang yang belajar pada satu pintu ilmu (bidang tertentu) dan mengharap manfaat darinya untuk dunia dan akhirat, Allah akan memberinya kebagusan 7000 pahala, dihitung puasa saat siang dan dihitung sholat malam di waktu malam dan secara keseluruhan ibadah tersebut diterima tanpa ditolak satupun.” Dari hadist tersebut kita dapat belajar bahwa niatan menuntut ilmu harus dinisbatkan pada perkara di dunia dan khususnya akhirat, supaya kita mendapatkan keberkahan ilmu yang sedang kita pelajari, bukan hanya untuk sekedar bisa dan memahami saja.
Pembahasan hadist tersebut dilanjutkan dengan kisah kecerdasaan Sayyidina Ali yang sangat luar biasa. Dalam suatu hadist di riwayatkan “Aku (Nabi Muhammad) adalah negaranya ilmu, dan Ali adalah pintunya. Barang siapa menginginkan ilmu, maka datangilah pintunya.” Hadist tersebut menjelaskan bahwasannya keluasan ilmu Sayyidina Ali ibarat samudera luas yang dapat ditimba airnya oleh siapapun yang menginginkan dan ingin merasakan kenikmatan ilmu.
Keilmuan dan kecerdasan beliau tidak diragukan lagi, tidak sedikit orang kafir yang meragukan beliau, hingga suatu saat datang 10 orang kafir pada beliau dengan niatan menguji keilman beliau. Mereka datang bergiliran untuk bertanya kepada Sayyidina Ali.
Satu dari kesepuluh orang tadi menghadap pada beliau, kemudian bertanya “Wahai Ali! antara ilmu dan harta mana yang lebih utama?” kemudian beliau menjawab “Ilmu lebih utama daripada harta.” orang tersebut kembali bertanya “Ilmu adalah warisan Nabi, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Fir’aun dan lainnya.” Seperti yang sudah kita tau, sampai saat inipun masyarakat menyebut harta temuan sebagai harta karun (Harta Qarun) padahal Qarun adalah hamba yang durhaka pada Tuhannya sehingga harta yang dimiliknya diadzab oleh Allah dan ditenggelamkan, bahkan dalam cerita yang tersohor misi para bajak laut sering dikaitkan dengan pencarian harta tersebut, dimana harta tersebut terletak disuatu pulau terpencil dan mistis. Namun pada kenyataannya sampai saat ini harta tersebut samar adanya. Sedangkan ilmu adalah warisan para nabi, yaitu imu-ilmu agama dan pengetahuan dalam kitab-kitab Allahang menuntun umat pada ridhlo dan rahmat-Nya.
Setelah beberapa saat datang orang kedua dari 10 orang tadi. Ia melakukan hal yang sama, yaitu menguji Sayyidina Ali dengan pertanyaan yang sama. “Wahai Ali! antara ilmu dan harta mana yang lebih utama?” kemudian beliau menjawab “Ilmu lebih utama daripada harta.” orang tersebut kembali bertanya “Jika memang benar, bagaimana dalilnya?” Sayyidina Ali menjawabnya “Ilmu itu menjagamu, sedangkan harta harus kau yang menjaganya”. Bisa diibaratkan harta adalah mobil yang harus dijaga supaya tidak rusak ataupun hilang, sedangkan ilmu diibaratkan pengetahuan tentang kesehatan yang menjaga tubuh dari penyakit dan marabahaya lainya.
Tak cukup dua orang, satu perwakilan kembali mendatangi Ali. Lantas ia bertannya hal serupa pada Ali. “Wahai Ali! antara ilmu dan harta mana yang lebih utama?” kemudian beliau menjawab “Ilmu lebih utama daripada harta.” orang tersebut kembali bertanya “Jika memang benar, bagaimana dalilnya?” Sayyidina Ali tetap meladeni pertanyaanya dengan jawaban yang sangat luar biasa “Tatkala harta dibelanjakan, maka nilainya akan mengalami penyusutan. Sedangkan ilmu yang dibelanjakan, tidak akan berkurang kecuali ilmu tersebut akan dilipat gandakan.”. Ibarat uang yang dipertukarkan dengan barang, nilanya akan berkurang, sedangkan ilmu bila ditularkan justru akan mendapat ganjaran.
Mereka tak lelah menguji Ali, hingga datang orang ke empat dengan pertanyaan yang sama. “Wahai Ali! antara ilmu dan harta mana yang lebih utama?” kemudian beliau menjawab “Ilmu lebih utama daripada harta.” orang tersebut kembali bertanya “Jika memang benar, bagaimana dalilnya?” dengan kemurahan hati Syyidina Ali, beliau kembali menjawabnya “Seseorang yang kaya akan dijuluki bakhil dan dihujat. Sedangkan orang yang berilmu akan dijuluki terpandang lagi mulia.” Bisa difilosofikan sosok konglomerat yang hidup diantara warga biasa, ia akan cenderung terlihat glamor sehingga menimbulkan kecemburuan dan fitnah, sedangkan orang yang berilmu akan dimintai pendapat, keputusan, pengajaran serta nasihat. Sehingga para alim terpandang penuh kewibawaan dan mulia, seperti halnya Sayyidina Ali dimata sahabat lain dan orang-orang kafir tersebut.
Berkat kukuhnya niat untuk menguji Sayydina Ali, datang kembali satu orang yang ke lima dari sepuluh orang tersbut. Mereka masih melakukan hal yang sama. Orang tersebut kembali bertanya “Wahai Ali! antara ilmu dan harta mana yang lebih utama?” kemudian beliau menjawab “Ilmu lebih utama dari pada harta.” Orang tersebut melanjutkan “Bila memang demikian manakah dalilnya?”. Dengan penuh kesabaran Sayyidina Ali menjawab pertanyaan yang sama. Meskipun demikian beliau tetap meladeni seseorang yang beliau anggap haus akan ilmu, bukan memandang mereka sebagai seseorang yang akan mengujinya. Beliau menjawab “Harta itu membutuhkan penjagaan dari seorang pencuri. Sedangkan ilmu tidak membutuhkan penjagaan dari pencuri” orang tersebut lantas meninggalkan Sayyidina Ali dengan kepuasa jawaban yang beliau berikan.
Untuk kesekian kalinya datang satu dari mereka dengan hal yang sama dan untuk kesekian kalinya Sayyidina Ali memilki jawaban yang berbeda namun serupa. “Wahai Ali! antara ilmu dan harta mana yang lebih utama?” kemudian beliau menjawab “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang tersebut melanjutkan “Bila memang demikian manakah dalilnya?”. Sayyidina Ali menjawab “Harta akan sirna dengan berjalannya waktu dan beralihnya zaman. Sedangkan ilmu tidak terpengaruh zaman dan waktu”. Bila dijabarkan, sebuah harta, seperti uang bila disimpan akan mengalami kerusakan, bila tidak rusak maka harga jualnya akan menurun bahkan tidak memeiliki nilai tukar. Sedangkan ilmu, sampai kapanpun akan selalu bernilai sama seperti ajaran yang dibawa Rasullulah akan tetap sama hingga yaumil qiyamah.
Seberkian kali kedatangan para laki-laki yang bertanya pada Sayidina Ali, beliau tetap mempunyai penjelasan dan memperkuat kedudukan ilmu diatas hal-hal duniawi seperti harta. Laki laki tersebut bertanya “Wahai Ali! antara ilmu dan harta mana yang lebih utama?” kemudian beliau menjawab “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang tersebut melanjutkan “Bila memang demikian manakah dalilnya?”. Beliau menjelaskan “Harta akan mengeraskan hati, sedangkan ilmu akan menyinari hati.” Apabila orang memiliki harta yang melimpah akan mendorongnya menjadi orang yang kikir, namun orang yang berilmu senantiasa akan dilimpahi keberkahan dengan sikap rendah hati dan tidak sombong.
Setelah bergilir menemui Ali dan mengujinya, datanglah orang yang terakhir dan bertanya pada Ali. “Wahai Ali! Antara ilmu dan harta mana yang lebih utama?” kemudian beliau menjawab “Ilmu lebih utama daripada harta.” Orang tersebut melanjutkan “Bila memang demikian manakah dalilnya?”. Sayyidina Ali menerangkan “Seseorang dengan harta yang banyak akan mengaku-ngaku sebagai Tuhan, sedangkan orang yang berilmu akan mengaku hamba di hadapan Tuhannya”. Apabila seseorang yang berharta akan memiliki pola hidup materialistis dan hedonis, kemudian menganggap semua dapat berjalan hanya dengan uang tanpa campur tangan Tuhan, sedangkan seorang yang berilmu akan merasa sebagai budak, sebab ia merasa kepahamannya dan pengetahuannya tiada menyetarai bahkan hanya setitik dari pengetahuan dan kekuasaan Tuhannya.
Setelah melalui proses yang sangat panjang dan dramatis, ke sepuluh laki-laki tersebut dibukakan hidayahnya oleh Allah dan diberikan rahmat untuk memeluk Islam. Semakin kuat alasan seseorang untuk menganut suatu kepercayaan, maka akan kuat pula keimanannya. Begitu juga kesepuluh orang tersebut, mereka menguji Ali dengan penuh usaha dan kemauan serta pantang menyerah. Baru kemudian mereka merasa bahwa tanpa keraguan lagi dan dengan bahagia memeluk agama Rasullulah Saw.
Kisah ini mengajarkan pada kita, bahwa kedudukan ilmu sangat luhur, tanpa ada suatuhalpun yang menyetarai bahkan harta sekalipun. Orang yang berilmu akan mudah mendapatkan harta, namun harta belum tentu menjamin tiket untuk mendapat ilmu. Semoga dengan kisah inspiratif Sayyidina Ali tersebut dapat memberi suntikan semangat bagai para thalabul ilmi, khusunya santri yang dalam masa belajar.(Kisah bersumber dari kegiatan ngaos Balagh Ramadhan 14490 H di PP. Al Anwar 02, nantikan kisah inspiratif lainnya.)
Dengan kisah ini juga memperjelas tiada harta yang paling berharga
kecuali ilmu, begitupula aset agama yang paling utama adalah para santri, sebab
para santrilah yang akan melestarkan ajaran Rasullulah dan mempertahankannya
hingga yaumud diin. Pada zaman yang semakin tua, akan
semakinsedikit orang yang belajar ilmu agama. Jadi, sudah seharusnya kita para
pemuda dapat menjadi pelopor untuk menghadirkan pengajaran agama yang tepat
sesuai syariat dalam bentuk sekritis dan praktis mungkin. Sehingga mudah
dipahami dan diterima masyarakat awam yang minim pengetahuan.